Serapan Anggaran Rendah, Berpotensi Korupsi

BANDARLAMPUNG (PeNa) – Awal triwulan ketiga, DPRD Provinsi mengevaluasi beberapa satuan kerja dibawah kordinasinya, salah satunya adalah Dinas Kelautan dan Perikanan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dan DKP diketahui, serapan anggaran Organisasi Perangkat Dinas (OPD) tersebut baru 11 persen dari total anggaran sebesar Rp59 miliar ditahun anggaran 2019.

Sekretaris komisi II DPRD Lampung Joko Santoso mengatakan bahwa penilaian ini berdasarkan dari minimnya penyerapan APBD murni tahun 2019 sebesar 11 persen dari total anggaran mencapai Rp 59 miliar.

“Dari 4 satker yang kita undang RDP hari ini, ternyata kinerja DKP paling buruk. Hal ini sangat jauh dibandingkan dengan satker lainnya seperti Dinas Pariwisata yang mampu menyerap APBD murni di triwulan kedua sebesar 40-50 persen,” ucapnya, Rabu (24/7/2019).

Untuk itu, Komisi II DPRD Lampung selaku mitra kerja dinas terkait selalu mendorong untuk meningkatkan kinerja. Sebab, lanjut Joko, DKP beralasan minimnya kinerja tersebut disebabkan “cucuk cabutnya” kepemimpinan di dinas tersebut.

“Alasan mereka sih demikian. Tetapi bagi kami itu bukan alasan. Karena sangat timpang sama satker lain,” ungkapnya.

Plt Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung Makmur Hidayat . foto ist

Sementara itu Plt Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung Makmur Hidayat membenarkan bahwa pihaknya dipanggil hari ini dalam RDP terkait target dan capaian serta kegiatan dari DKP Lampung. “Intinya semua kegiatan di DKP Lampung,” singkatnya

Makmur Hidayat sendiri menduduki jabatan Kepala DKP bedasarkan surat penugasan bersama 6 Karo dan Kadis yang dilantik oleh Arinal 17 Juni 2019, mengantikan Toga Mahaji. Sebelumnya dia menjabat sebagai Kepala UPTD PP Wilayah II Labuhan Maringgai labuhan maringgai, Lampung Timur.

Makmur Hidayat dilantik bersama dengan Plt. Karo Humas dan Protokol Yudi Hermanto, Plt. Karo Perlengkapan Meydianra Eka Putra, Plt. Karo Pemerintahan dan Otonomi Daerah Hargo Prasetyo Widi, Plt. Karo Administrasi Pembangunan Dodi Hendrawan, Plt. Kadis Perhubungan Bambang Sumbogo, Plt. Kadis Kelautan dan Perikanan, Makmur Hidayat dan Plt. Direktur Umum dan Keuangan RSUD Abdul Muluk Elitha Marthariana.

Minimnya serapan anggaran tersebut menurut Direktur Masyarakat Transparansi Lampung  (Matala), Hendriansyah MH berdampak pada kerugian publik terlebih jika bersinggungan langsung dengan masyarakat seperti pembangunan fasilitas umum atau dana stimulan peningkatan perekonomian.

“Sering OPD diakhir tahun anggaran diketahui minim dalam serapan anggaran, tapi tidak kita sadari yang merugi adalah publik. Kalau pada DKP bisa jadi yang merugi adalah masyarakat nelayan minimal perekonomian masyarakat,” kata dia.

Potensi Korupsi dari Sisa Lebih Pembiayaan Angggaran 
Sementara itu, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Defny Holidin, seperti dikutip dari tirto.id menilai bahwa lemahnya serapan anggaran di berbagai daerah disebabkan beragam hal, mulai dari kehati-hatian pejabat publik yang berlebihan sampai tumpang-tindihnya peraturan di pemerintahan pusat. Hal ini jelas harus dibenahi.

Penyerapan yang menumpuk pada akhir tahun biasanya tak terserap maksimal dan menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Angggaran (SILPA). SILPA ini yang menurut Defny “tricky” atau penuh tipu daya. “Ilustrasinya: dana pembangunan Rp15 miliar, yang dipakai itu Rp10 miliar. Kalau [pejabat] mau jahat dia bisa bilang atau buat laporan itu yang terpakai Rp12 miliar, Rp3 miliar dikembalikan, sisanya masuk kantong pribadi,” katanya. Di samping itu, serapan anggaran yang tak merata juga menyebabkan para pegawai negeri sipil (PNS) berpotensi melakukan pemalsuan laporan pembiayaan. “Karena mereka harus serap maksimal, akhirnya laporan keuangan backdated–pelaksanaannya dilaporan Juli padahal baru mulai September,” katanya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.