PIJAK; Kotak Kosong Ancam Demokrasi

PeNa – Aksi borong partai  untuk lawan kotak kosong dalam perhelatan pemilihan kepala daerah mendatang manjadi politik instan yang dianggap jalan satu-satunya memperoleh kemenangan mutlak. Itu tidak hanya berbiaya tinggi tapi juga mejadi acuan kegagalan dalam pendidikan politik untuk masyarakat yang  menjadi tanggung jawab partai. Terlebih, bangunan dengan banyak partai dipastikan tidak adakan dapat memihak kepentingan rakyat, karena akan sarat dengan penyanderaan kepentingan politik partai, kelompok atau pribadi.

Menilik pengalaman pemilihan legeslatif pada Februari 2024 lalu, banyak politikus berkeyakinan masyarakat Lampung sudah tidak lagi menghargai program, ide dan gagasan yang ditawarkan oleh partai ataupun calon anggota legeslatif. Uang menjadi satu-satu nya nilai tukar suara yang tidak ada saing.

Demikian hal nya dengan aksi borong perahu untuk berhadapan dengan kotak kosong, merupakan salah satu langkah pragmatis instan. Perhitungan cost atau biayanya jika dibandingkan dengan serangan fajar (politik uang) hampir sama tapi dengan resiko kegagalan yang nyaris tidak ada.

Dimisalkan untuk Kabupaten Lampung Tengah denga mata pilih yang mencapai 1.020.141 jiwa, diasumsikan yang datang ke TPS hanya 90% saja (dengan asumsi positif) atau 918.126 mata pilih. Untuk menang, calon kada setidaknya harus memperoleh 500.000 suara, jika diasumkan satu suara itu dihargai Rp100.000, dengan perhitungan 50% modal calon bupati/walikota dan 50% sisanya dari calon gubernur, dengan demikian calon sudah harus megeluarkan dana Rp50 miliar.  Dan itu belum termasuk pembetukan tim serangan fajar atau dana operasional yang bisa mencapai Rp5 miliar.

Dana Rp50 miliar tersebut tidak berbanding jauh jika harus memborong perahu.  Ada Partai Golkar, Gerindra, PDI Perjuangan, PAN, PKS, Demokrat dan Nasdem. “Tinggal borong saja, biayanya paling plus minus Rp50 miliar tapi peluang menangnya sangat terbuka lebar ketimbang harus berjibaku dilapangan berkampanye menawarkan program yang ujungnya juga menabur uang,” kata Kordinator Peduli Kebijakan Publik (PIJAK), Feri Fadli.

Diterangkan, banyak hal yang akan dirugikan dalam demokrasi ketika kotak kosong dimunculkan dalam setiap kontestasi pilkada. “Tidak ada kerja politik dari partai atau calon yang bertujuan mencerdaskan masyarakat dengan menawarkan program, ide dan gagasan. Ini cilaka bagi demokrasi. Ya tidak mampu elit partai atau calon kada untuk menawarkan ide dan gagasanya,” kata dia.

Tapi kembali lagi, kata Feri, masyarakat khususnya kaum milenial dan Gen Z memiliki peran juga dalam pembangunan moral etik politik di Lampung. Mereka diharapkan dapat melakukan perbaikan dan penyadaran secara luas. “Melihat partai politik sekarang itu hanya oputunis ya tidak bekerja untuk rakyat, sekarang tinggal pera Gen Z dan milenial lah yang bisa mengambil peran mendidikan masyarakat. Tidak mudah tapi harus diawali dengan menginisiasi gerakan kotak kosong,” kata dia. tm

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.