BANDARLAMPUNG (PeNa)- Baroni, terdakwa tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan gedung SMA Negeri 6 Metro Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Metro tahun anggaran 2013 dengan nilai Rp2,5milyar sebut ada indikasi permainan uang, sehingga Kepala Dinas selaku kuasa pengguna anggaran dan jajarannya tidak dijadikan tersangka.
Hal tersebut dikatakan Baroni usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Kamis (23/2).”Ini jelas ada indikasi permainan uang, karena saya tidak bisa memberinya uang maka dijadikan tersangka, ” kata dia.
Menurutnya, dijadikan terdakwa pada perkara tersebut akan rela jika unsur dari dinasnya juga ikut dilibatkan. “Ini jelas diskriminasi, kalau memang semua warga negara diperlakukan sama dimuka hukum seharusnya dari dinas juga ikut dong, ” ujar dia.
Permainan uang nampak sekali, kata dia, karena yang dipersidangkan hanya satu terdakwa. Sementara terdakwa lain dikatakan DPO, padahal jelas keberadaannya. “Ini aneh, masa terdakwa DPO. Kenapa tidak menyeret yang dari dinasnya, mereka jelas kok keterlibatannya, ” tuturnya.
Ditambahkan, bahwa konsultan pengawas pada proyek tersebut Deswan, Pejabat Pembuat Komiten (PPK) Puspita Dewi dan Pejabat Pelaksana Teknis (PPTK) Gusnaini dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Masnuni sama sekali tidak tersentuh hukum.”Ini sangat tidak adil, kenapa PPK, PPTK,KPA dan Konsultan pengawasnya tidak tersentuh hukum, ” tambahnya.
Dalam perkara tersebut, diketahui bahwa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Lampung menyatakan kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp54juta. Sementara untuk terdakwa utama, terdakwa Abdul Mukti diputus tiga tahun kurungan penjara sedangkan terdakwa Baroni diputus satu tahun dua bulan penjara.
Diketahui, bahwa biaya perkara tersebut, jaksa menerima dari negara Rp210juta. Sementara isu yang beredar, jaksa diduga menerima uang Rp800juta dari dinas yang dimaksud. PeNa-spt.