Helmy Santika: Sang Pemimpin di Titik Api Lampung

LAMPUNG – (PeNa), Menjadi pemimpin bagi ribuan personel kepolisian dan menghadapi berbagai jenis kasus di seantero Provinsi Lampung — dari aksi kriminal, unjuk rasa, hingga persoalan sosial — bukanlah panggung yang sederhana. Namun, Irjen Pol Helmy Santika, selama dua tahun lima bulan memimpin Polda Lampung, menunjukkan bahwa ketegasan dan empati bisa berpadu menjadi kekuatan nyata.

Alumni Akademi Kepolisian Angkatan 1993 ini menutup masa jabatannya pada 27 Maret 2025. Dalam setiap jejak langkahnya, ia membuktikan bahwa menjadi Kapolda bukan hanya soal perintah dan wewenang, melainkan tentang tanggung jawab, kepekaan, dan integritas yang harus dirasakan masyarakat.

Bacaan Lainnya

 

Mengasah Keahlian di Jalan Reserse

Sejak menjejak sebagai Perwira Pertama di Polda Metro Jaya pada 1993, Helmy Santika memilih jalur yang menantang: reserse. Posisi-posisi yang pernah diembannya — Kapolsek Metro Kebayoran Lama, Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan, Kasubdit Resmob dan Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya — menjadi ladang pengalaman dan reputasi.

Ketika ia menjabat Kapolres Lampung Utara (2013–2014), kawasan itu digerus keresahan masyarakat akibat aksi begal. Tanpa ragu, Helmy memberlakukan kebijakan tembak di tempat bagi pelaku begal. Meski kontroversial, kebijakan itu terbukti menekan angka kriminalitas dan mengangkat namanya sebagai figur penegak hukum tegas di kalangan masyarakat lokal.

Ia terus menanjak: memegang posisi strategis di Bareskrim Polri (Dirtipideksus), Kapolresta Barelang, hingga Sahlijemen Kapolri, sebelum akhirnya memikul amanah sebagai Kapolda — pertama di Gorontalo, lalu di Lampung.

 

Menyentuh Kasus Besar, Membuka Tabir yang Rumit

Dalam tiap bab kariernya, Helmy tak menolak tantangan besar. Ia pernah menjadi ujung tombak pengungkapan pembunuhan Ryan Jombang (2008), kasus suap PT Salmah Arowana Lestari (2010), kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel (2012), dan juga penanganan kejahatan pinjaman online ilegal pada 2021.

Ketika kisah tragis penculikan warga negara Malaysia Ling Ling menjadi headline nasional (2017), Helmy turut memimpin operasi penyelidikan. Ketika Lampung Utara terus dirundung gerutu masyarakat atas maraknya begal, ia turun tangan langsung—bukan lewat meja rapat, tetapi lewat operasi di lapangan.

Dalam setiap penyelidikan, ia tak segan membuka ruang dialog dengan masyarakat yang menjadi saksi dan korban. Ia percaya bahwa penyidikan yang baik bukan hanya soal teknis forensik, tapi soal kepercayaan publik — sesuatu yang dibangun lewat keterbukaan dan integritas.

 

Bukan Sekadar Komandan — Tapi Juga Pembelajar

Di mata Helmy, kritik bukan ancaman, melainkan refleksi. Dalam sebuah pernyataan publik, ia mengundang masyarakat untuk tak segan memberi masukan:

“Teruslah berikan masukan-masukan, kritik yang membangun, terus awasi kami, karena kami yakin setiap masukan … itu karena kecintaan kepada Polri.”

Dalam momen lain, saat aksi unjuk rasa di Bandar Lampung berlangsung aman dan damai, Helmy menyampaikan apresiasi kepada masyarakat dan mahasiswa:

“Saya atas nama aparat mengucapkan terima kasih karena masyarakat Lampung dan mahasiswa … berjalan aman dan damai,” katanya menyikapi aksi.

Selain itu, dalam momentum Hari Lahir Pancasila 2025, ia memanfaatkan amanatnya untuk menyampaikan pesan moral:

“Pancasila bukan sekadar dokumen historis … Pancasila adalah jiwa bangsa, pedoman hidup bersama …”

Kutipan-kutipan itu membentuk gambaran seorang pemimpin yang tidak hanya mengatur dari atas, tapi mendengar dan membaur dengan konteks sosial yang ia pimpin.

 

Melodi, Keakraban, dan Warisan di Lampung

Di luar rutinitas polisi, Helmy menyimpan sisi yang lebih lembut: kecintaan pada musik dan momen kebersamaan keluarga. Ia sering berbagi potongan kehidupan bersama keluarga melalui akun Instagram @helmysantika1993.

Puncaknya, pada Juli 2025, ia tampil dalam Saburai Grand Jam—sebuah event musik besar yang berhasil mencetak Rekor MURI. Di sana, jejak seorang jenderal berpadu dengan nada dan harmoni, dan masyarakat menyaksikan bahwa di balik seragam, ada manusia dengan getar seni.

Sebagai pemimpin yang kini “menutup panggung” di Lampung, Helmy Santika meninggalkan lebih dari sekadar kebijakan tegas. Ia meninggalkan teladan: bahwa kepemimpinan sejati lahir dari keseimbangan antara otoritas dan kedekatan, antara tegas dan merangkul.

Lampung mungkin menyambut sosok baru di pucuk Polda, tetapi warisan kepemimpinan Helmy akan tetap menjadi rujukan, kenangan, dan inspirasi bagi mereka yang menjaga keamanan dan keadilan di bumi Ruwa Jurai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.