Bandar Lampung – (PeNa), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Bandar Lampung terus berupaya mematahkan stigma bahwa kehidupan di balik jeruji selalu menakutkan. Melalui berbagai program kreatif, produktif, dan humanis, warga binaan didorong untuk memiliki masa depan yang lebih baik.
Kepala Lapas Perempuan Bandar Lampung, Ratna Dwi Lestari, menegaskan komitmen pihaknya untuk menghadirkan suasana pembinaan yang positif. “Lapas itu, terutama lapas perempuan, tidak seseram apa yang dibayangkan. Di sini banyak program bermanfaat, mulai dari pengembangan kepribadian, kemandirian, kesenian, hingga olahraga,” ujarnya.
Salah satu program unggulan adalah kesenian. Warga binaan mendapat pelatihan memainkan alat musik tradisional angklung dengan mendatangkan pelatih khusus dari Yogyakarta. Selain itu, mereka juga aktif dalam kegiatan UMKM berbasis kerajinan tapis khas Lampung.
“Pembuatan tapis menjadi kerajinan utama. Kami bekerja sama langsung dengan butik tapis, sehingga setiap warga binaan memiliki target penyelesaian karya. Hasilnya dipasarkan secara online maupun melalui sales butik,” jelas Ratna.
Selain tapis, warga binaan juga mengikuti pelatihan membatik dan berbagai kegiatan keterampilan kreatif lain. Lapas juga menyediakan perpustakaan online serta wartel khusus kemasyarakatan agar mereka tetap bisa memperluas wawasan dan berkomunikasi dengan keluarga dalam pengawasan petugas.
Hingga saat ini, tercatat 222 warga binaan dan 4 bayi berada di Lapas Perempuan Bandar Lampung. Ratna menegaskan bahwa negara tetap menjamin hak-hak mereka. “Hak asasi perempuan tetap dijamin, termasuk hak seorang ibu mendampingi anaknya hingga usia tiga tahun, khususnya bagi mereka yang masuk lapas dalam kondisi hamil,” tegasnya.
Selain pengembangan keterampilan, pembinaan keagamaan juga menjadi perhatian. Warga binaan diberikan bimbingan membaca Al-Qur’an dan kegiatan rohani lainnya.
Ratna menekankan bahwa pembinaan tidak berhenti setelah bebas. “Bagi warga binaan yang sudah mendapatkan integrasi tetap dimonitor oleh Balai Pemasyarakatan. Jadi, mereka tetap diarahkan untuk melakukan kegiatan positif setelah keluar dari sini,” tuturnya.
Melalui program kreatif dan humanis tersebut, Lapas Perempuan Kelas IIA Bandar Lampung bertransformasi menjadi wadah pembinaan, bukan sekadar tempat menjalani hukuman.