Lampung Tengah – (PeNa), Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah mengungkap fakta baru dalam penyelidikan kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah aparatur sipil negara (ASN) yang dilakukan oknum mengaku wartawan sekaligus pemilik puluhan media lokal.
Pelaku disebut-sebut masih memiliki hubungan keluarga dengan salah satu pejabat daerah. Modusnya, ia menggunakan surat berlogo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menakut-nakuti ASN agar mau membayar kerja sama media fiktif menggunakan uang negara.
ASN Sekretariat DPRD Sudah Dipanggil
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lampung Tengah, Median Suwardi, membenarkan pihaknya telah memanggil sejumlah ASN dari Sekretariat DPRD Lampung Tengah untuk dimintai keterangan.
“Benar, kami sudah memanggil beberapa ASN dari Sekretariat DPRD untuk dimintai keterangan. Dari hasil klarifikasi, memang ada kesesuaian antara laporan pelapor dan apa yang mereka alami. Modusnya berupa permintaan pembayaran kerja sama media, padahal medianya tidak terbit secara teratur,” ujar Median, Minggu (26/10/2025).
Median menyebut pemeriksaan dilakukan untuk memperdalam laporan dugaan praktik pemerasan yang disebut-sebut sudah berlangsung selama beberapa tahun.
Koran Fiktif, Tagihan Nyata
Dari hasil pemeriksaan awal, media yang digunakan pelaku ternyata tidak pernah beredar di masyarakat. Koran hanya dicetak untuk formalitas penagihan ke instansi pemerintah. Dalam beberapa kasus, koran bahkan tidak diberikan sama sekali meski pembayaran sudah dilakukan.
“Dari keterangan yang kami terima, koran itu hanya dicetak untuk menagih ke instansi. Kadang uang sudah dibayar, tapi korannya tidak ada. Saat dipertanyakan, pelaku marah-marah, mengancam, bahkan mengirim voice note bernada kasar,” jelas Median.
Beberapa ASN mengaku diintimidasi dan takut melapor karena pelaku dikenal dekat dengan pejabat daerah serta sering mengatasnamakan aparat penegak hukum.
Gunakan Surat KPK untuk Tekan ASN
Fakta lain yang terungkap, pelaku menggunakan surat berlogo KPK untuk menakuti ASN. Surat itu diklaim sebagai surat tugas resmi agar bisa meminta data dan dokumen dari instansi pemerintah. Namun hasil penelusuran penyidik memastikan surat tersebut palsu.
“Setelah kami telusuri, surat itu bukan surat tugas, tapi surat survei biasa dari tahun 2021. Tidak ada perintah penyelidikan atau pengumpulan data seperti yang disampaikan pelaku kepada korban,” tegas Median.
“Kami pastikan pelaku tidak memiliki hubungan apa pun dengan KPK. Surat itu hanya digunakan untuk memperkuat kesan seolah dia utusan lembaga hukum,” tambahnya.
Ratusan Sekolah Diduga Jadi Korban
Median mengungkap, dugaan pemerasan juga merambah ke Dinas Kominfo serta ratusan sekolah dasar dan menengah di Lampung Tengah. Sekolah-sekolah itu diduga dipaksa menggunakan dana BOS dan APBD untuk membayar langganan media milik pelaku.
“Selain dari Sekretariat DPRD, kami juga akan memanggil OPD lain dan instansi pendidikan. Berdasarkan data awal, ada lebih dari seratus sekolah yang juga menjadi korban. Nilainya hampir setengah miliar rupiah per tahun jika ditotal, belum termasuk yang dari Diskominfo,” ungkap Median.
Kejari dan Polisi Kompak Bongkar Jaringan
Median memastikan, Kejari Lampung Tengah bekerja sama dengan Kepolisian untuk mengungkap tuntas jaringan pelaku.
“Kami mendukung penuh langkah teman-teman Kepolisian dalam pemberantasan premanisme. Kejaksaan dan Kepolisian akan saling bertukar informasi dan memastikan Lampung Tengah bersih dari praktik seperti ini,” ujarnya.
Kejari: Ini Kelakuan Preman, Bukan Wartawan
Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Tengah, Alfa Dera, menilai tindakan pelaku telah mencoreng dunia jurnalistik dan merusak kepercayaan publik terhadap media.
“Ini kelakuan preman yang mengatasnamakan media. Di Lampung Tengah banyak wartawan profesional yang tetap bekerja dengan etika dan integritas di tengah keterbatasan,” ucap Alfa.
“Saya tidak tega melihat jurnalis sejati ikut tercoreng oleh ulah seperti ini. Media sejati bekerja dengan pena, bukan dengan ancaman. Tapi kalau digunakan untuk memeras ASN, menjual nama pejabat, dan menyalahgunakan surat KPK — itu bukan media, itu kejahatan,” tegasnya.
Alfa memastikan Kejari akan memperkuat langkah pencegahan agar ASN, guru, dan masyarakat tidak lagi menjadi korban intimidasi.
“Kami pastikan Lampung Tengah tidak boleh kalah oleh intimidasi. Hukum harus berdiri tegak, dan kebenaran harus tetap dilindungi,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik karena melibatkan oknum keluarga pejabat daerah yang memiliki 32 media tak terverifikasi Dewan Pers. Media tersebut diduga menyedot dana BOS dan APBD hingga miliaran rupiah per tahun.
Kejari Lampung Tengah menegaskan akan menindak tegas seluruh pihak yang terlibat dan memastikan penyelidikan berjalan profesional serta transparan.






