BANDARLAMPUNG-(PeNa), Himpunan Psikology Indonesia (HIMPSI) bekerja sama dengan beberapa program study (prodi) beberapa kampus lakukan Loka latih trauma healing yang diselenggarakan FKIP Universitas Lampung, Minggu (13/01).
Kegiatan tersebut diikuti oleh 65 peserta dari dosen dan mahasiswa relawan tsunami bekerja sama dengan Prodi Bimbingan Konseling Universitas Lampung, Prodi Psikologi Universitas Islam Negeri Raden Intan, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Lampung, Universitas Malahayati, serta beberapa unsur lembaga nirlaba masyarakat.
“Teknik yang beragam ini akan membantu siapapun dan sesuai kondisi penduduk yang beragam, yaitu penduduk yang selamat dari tsunami maupun yang terdampak. Bahkan bagi relawan yang sering mengalami gejolak emosi pada saat memberi bantuan di lokasi, ” kata Ketua Pelaksana kegiatan Ratna Widiastuti.
Dikesempatan tersebut, dua Doktor Universitas Lampung yakni Ari Darmastuti dan Sowiyah selalu aktif disetiap kegiatan pendampingan korban tsunami dan serius dalam praktik centering yang dibawakan Hendro Prabowo dari Pusat Studi Psikologi Integral Universitas Gunadarma.
“Teknik deep breathing, centering, Tapas accupressure maupun body work ini ternyata juga penting bagi optimalisasi dan penyembuhan diri sendiri, selain membantu menyembuhkan penyintas mengatasi gangguan psikologis, ” ujar Ari Darmastuti.
Dijelaskan oleh Hendro Prabowo, bahwa Loka latih merupakan rangkaian dari kegiatan penguatan pendampingan penyintas yang dilakukan Unila.
“Peran utama relawan adalah membantu orang menyadari bahwa mereka adalah pihak yang selamat, dan bukan korban. Saat penyintas atau bahkan relawan merasa kehilangan kendali atas hidupnya, mereka harus mempunyai alat atau perangkat penyembuhan diri sendiri yang dapat digunakan kapan saja, ” jelas Hendro Prabowo.
Sementara itu, Koordinator Kagama Lampung Peduli Sugeng Dwi Hastono juga membenarkan hal tersebut. Dikatakan, setiap relawan perlu mempunyai ketrampilan yang dapat diterapkan dengan mudah, cepat, dan terutama dapat dilakukan pada sekelompok orang secara bersama-sama. Sebab proses penyembuhan harus segera dimulai meski sumber daya dan tenaga bantuan terbatas.
“Penyintas tsunami Lampung Selatan berkarakteristik terluka fisik. Mereka harus segera dibantu agar tidak mengalami infeksi karenanya. Selain itu mereka kehilangan keluarga, rumah, atau alat mencari nafkah. Dan dalam kondisi cemas atau fobia terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ombak, suara, rumah yang hancur, atau apapun yang mengingatkan pada tsunami saat itu, ” kata dia.
Hal ini harus menjadi catatan bagi relawan sehingga bantuan psikologis diharapkan tidak mengharuskan orang untuk mengalami kembali atau menjalani ulang peristiwa traumanya. Bahkan terapi kadang tidak perlu banyak percakapan. Yang penting orang dapat memfokuskan perhatiannya pada masalah dan penyembuhannya. Itulah mengapa teknik penyembuhan yang diajarkan menyesuaikan dengan persepsi masing-masing penyintas sendiri, tanpa harus menceritakannya atau mengungkapkannya dengan kata-kata. PeNa-spt/rls.