Monumen Pers Bukti Wartawan Tak Mundur Hadapi Tekanan

S U R A K A R T A (PeNa), Monumen Pers menyimpan bukti-bukti perlawanan jurnalis Indonesia menghadapi tekanan dari para penjajah dan penguasa saat itu. Demikian disampaikan Ayu salah satu petugas Musium Pers di Surakarta-Solo, Selasa (22/04/2025).

 

Ia menerangkan, Musium Pers yang sekarang menjadi Monumen Pers Nasional menyimpan rapih berbagai peralatan yang digunakan para jurnalis sejak zaman penjajah hingga koran dari beberapa media massa.

 

“Barang-barang seperti mesin ketik manual kamera manual dan mesin cetak lalu ada juga radio pemancar dan lainnya yang saat itu digunakan para wartawan guna membangkitkan semangat perjuangan melawan penjajah,” terang dia, dihadapan wartawan PWI Kabupaten Pesawaran saat berkunjung.

 

Monumen Pers Nasional juga menyimpan bukti pemberitaan yang telah di digitalisasi sebagai arsip yang dapat dibuka kapan saja.

 

“Monumen Pers Nasional juga menerima koran yang diterbitkan dari berbagai media massa se-Indonesia guna disimpan dan telah  digitalisasi untuk kemudian dapat dijadikan arsip pers,” ujar dia.

 

Diuraikan, tempat tersebut merupakan saksi sejarah berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang berawal dari adanya Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI) yang didirikan pada Sabtu 23 Desember 1933 di Solo.

 

Pembentukan PERDI tidak lepas dari hasil rapat sejumlah Wartawan Indonesia yang tiba di Solo dalam rangka menghadiri Kongres Indonesia Raya kedua. Nama PERDI diusulkan oleh J.D. Sjaranamual yang merupakan Pemimpin Redaksi Soeara oemoem di Surabaya.

 

Berdasarkan fakta yang terpajang pada ruangan salah satu aset sejarah jurnalis tercatat berdirinya PERDI memiliki asas perjuangan, bahwa Wartawan di Indonesia tidak mundur terhadap usaha pengekangan penjajah.

 

Juga dijelaskan PERDI sendiri didirikan  mempunyai Visi, menegakan kedudukan Pers di Indonesia sebagai terompet perjuangan Bangsa. Dengan Misi, kembalinya Djoernalis ke kittahnya yakni medan politik.

 

Menurut keterangan yang tertulis, PERDI didirikan oleh para tokoh wartawan Indonesia seperti, J.D. Sjaranamual, Soetopo Wonobojo, RM Soedarjo Tjokrosisworo, Samsoe Hadiwijoto, Bakrie Soeraatmaja, WR Supratman, Mohammad Yamin, AM Sipahutar, Soemanang, Adam Malik, R.M.H. Woerjaningrat, Dr. Soetomo, Sjamsuddin Sutan Makmur, Parada Harahap, dan M. Tabrani.

 

Selain itu dengan menetapkan kebijakan, siapapun yang bekerja dibidang tulis menulis untuk surat kabar, berhak menjadi anggota PERDI tanpa memandang agama dan politik.

 

Kemudian pada tahun 1935 dalam prosesnya PERDI lebih selektif dalam merekrut anggota untuk lebih meningkatkan kualitas dan reputasi. Seiring waktu PERDI memiliki aspirasi politik tersendiri mengenai tindakan-tindakan yang dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda.

 

Kongres PERDI diadakan bersamaan dengan Kongres gerakan lainnya, Kongres PERDI sendiri mengambil mosi mengenai larangan yang diadakan Residen Surakarta tentang adanya Kongres Rakyat Indonesia kedua di Solo.

 

PERDI mengadakan kongres pertama di solo pada 25-26 Juni 1934 diikuti sebanyak 500 orang diantaranya jurnalis dari Belanda De Geer dan J. Takei jurnalis dari Jepang, selanjutnya kongres digelar setiap tahun kecuali pada tahun 1936. Kemudian pada 1 Maret 1941 sejumlah orang memutuskan keluar dari PERDI dan akan mendirikan PWI.

 

Lalu, seluruh wartawan se-Indonesia melakukan kongres pertama pada tahun 1946, setelah kemerdekaan. Hasil kongres tersebut menetapkan tanggal 09 Februari 1946 sebagai lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan diketuai oleh Soemanang.

 

Saat agresi Belanda tahun 1948, PWI tidak pernah mundur melawan dengan berbagai pemberitaan baik melalui siaran radio maupun media cetak yang disebarkan secara sembunyi. Karenanya, tanggal tersebut juga dijadikan Hari Pers Nasional yang setiap tahun diperingati, saat itu PWI sebagai Lembaga Pers pertama dan tertua di Negara Republik Indonesia.

 

Melengkapinya, Ketua PWI Kabupaten Pesawaran M. Ismail mengatakan tujuan utama dalam Study Komparasi datang ke kota Surakarta adalah untuk menambah pengetahuan, akan sejarah cikal bakal atau awal berdirinya PWI.

 

“Seluruh Wartawan yang tergabung pada PWI Kabupaten Pesawaran harus lebih memahami akan sejarah berdirinya lembaga terbesar dan lembaga yang menjadi kebanggan kita semua,” kata dia.

 

Selain itu, kita harus paham dan mengerti akan arti sejarah yang telah ditorehkan oleh tokoh-tokoh jurnalis pendahulu tentunya,

 

“Napak tilas dengan hadirnya kita sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada para tokoh dan para pendiri PWI yang menjadi tempat bernaung para Wartawan khususnya PWI Kabupaten Pesawaran akan menambah wawasan dan semangat perjuangan dalam menjalankan tugasnya,” tegas dia.

 

oleh: Sapto firmansis

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.