Bandar Lampung – (PeNa), Kasus dugaan pungutan liar melibatkan oknum dokter RSUD Abdul Moeloek terhadap pasien BPJS, terus berlanjut setelah keluarga korban melaporkannya ke Polda Lampung.
Orang tua almarhumah Alesia Erina Putri (2), didampingi kuasa hukum, resmi melaporkan dokter Billy Rosan atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Kuasa hukum keluarga, Supriyanto, menjelaskan laporan dibuat untuk memperjuangkan hak hukum keluarga korban. Ia menegaskan bukti kuat dugaan pungutan liar sudah disiapkan secara lengkap.
“Berdasarkan surat kuasa dari orang tua bayi Alesia, kami membuat laporan ke Polda Lampung demi memperjuangkan hak-hak keluarga,” kata Supriyanto, Senin (25/8/2025).
Ia menilai, kasus ini memenuhi unsur dugaan pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana Pasal 372 dan 363 KUHP. Apalagi, terlapor merupakan aparatur sipil negara.
“ASN yang melakukan tindakan ini diduga melanggar Pasal 12 huruf d Undang-undang Tipikor. Karenanya, laporan juga kami ajukan ke Direktorat Kriminal Khusus,” tegasnya.
Supriyanto menambahkan meskipun nilai pungutan hanya Rp8 juta, perbuatan tetap dianggap serius karena dilakukan oleh seorang dokter sekaligus aparatur sipil negara.
Barang bukti dilampirkan berupa rekaman bujuk rayu dokter agar orang tua membeli alat medis, padahal seluruh kebutuhan operasi sebenarnya ditanggung penuh BPJS.
Selain itu, ada bukti transfer Rp8 juta yang dikirim langsung ke rekening pribadi dokter terlapor, bukan ke rekening resmi rumah sakit maupun penyedia alat kesehatan.
“Faktanya, alat medis sudah ditanggung BPJS. Namun orang tua korban tetap dibujuk membeli. Bukti transfer Rp8 juta juga kami siapkan,” tambah Supriyanto menegaskan.
Soal dugaan malpraktik yang turut mencuat, pihak keluarga memilih fokus pada dugaan pungli, penipuan, dan penggelapan. Pengembangan lebih lanjut diserahkan kepada penyidik.
“Untuk dugaan malpraktik, kami serahkan kepada penyidik. Saat ini laporan fokus pada dugaan pidana. Pengembangannya menjadi kewenangan penyidik,” ujar Supriyanto menutup keterangannya.
Diketahui, pasangan Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23) asal Lampung Selatan, mengaku diminta Rp8 juta oleh dokter Billy untuk membeli alat operasi.
Anehnya, uang itu ditransfer ke rekening pribadi dokter, bukan rekening rumah sakit atau apotek. “Katanya butuh sepuluh hari, tapi besoknya langsung ada,” ucap Sandi.
Namun, pasca operasi kondisi anak mereka justru memburuk hingga akhirnya meninggal dunia pada 19 Agustus 2025, sehingga keluarga semakin terpukul dan merasa dirugikan.
Selain dugaan pungutan, keluarga juga mengeluhkan pelayanan RSUDAM. Meski peserta BPJS kelas II, anak mereka ditempatkan di ruang kelas III dengan alasan perawatan.
“Perawat terkesan tidak tanggap. Kondisi anak memburuk pasca operasi, kami mencari perawat, tetapi jawabannya sibuk melayani banyak pasien lain,” kata Sandi.
Atas peristiwa tersebut, Sandi dan istrinya menyatakan kekecewaan terhadap pelayanan rumah sakit maupun sikap dokter. Mereka berharap kejadian serupa tidak terulang.