Tak Sekadar Cetak Paspor, Imigrasi Lampung Jadi Garda Perlindungan PMI

BANDARLAMPUNG – (PeNa), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Lampung meluncurkan terobosan baru dalam pelayanan keimigrasian dengan fokus pada pencegahan pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural. Program ini bukan sekadar soal administrasi paspor, tetapi tentang perlindungan kemanusiaan bagi ribuan warga yang berangkat mencari penghidupan di luar negeri.

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Imigrasi Lampung, Petrus Teguh Aprianto, mengatakan langkah ini berangkat dari keprihatinan atas banyaknya permohonan paspor yang mengandung indikasi keberangkatan non-prosedural.

Bacaan Lainnya

“Pada tahun 2024, kami mencatat lebih dari 7.000 permohonan paspor yang terindikasi non-prosedural. Ini bukan sekadar angka, tapi tanda bahwa ada harapan dan nyawa yang perlu dilindungi,” ujar Petrus di Bandar Lampung.

Melalui proyek perubahan bertajuk “Strategi Pelayanan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan PMI Non-Prosedural di Provinsi Lampung”, pihaknya menghadirkan arah baru dalam pelayanan publik. Pendekatannya disebut ‘Pelayanan yang Melindungi’ — sebuah konsep yang menempatkan keselamatan warga sebagai prioritas utama.

Tiga langkah utama dijalankan: pembentukan pedoman pelayanan paspor pencegahan PMI non-prosedural, sistem integrasi antar kantor imigrasi, dan program literasi hukum dan migrasi aman (PIMPASA).

“Kami tidak ingin pelayanan paspor hanya berhenti pada administrasi. Di balik setiap paspor ada tanggung jawab negara untuk memastikan warganya berangkat dengan aman dan pulang dengan selamat,” jelas Petrus.

Program ini juga membuka sinergi dengan berbagai pihak seperti BP2MI, Dinas Tenaga Kerja, kepolisian, dan pemerintah daerah. Imigrasi Lampung kini memiliki sistem basis data bersama untuk mendeteksi pemohon berisiko, serta forum komunikasi lintas instansi guna menindaklanjuti kasus secara cepat dan terkoordinasi.

“Sistem integrasi ini memungkinkan kami melacak riwayat permohonan yang ditolak di seluruh kantor imigrasi di Lampung. Tidak ada lagi celah bagi pemohon berisiko untuk berpindah kantor tanpa jejak,” tegas Petrus.

Hasilnya terlihat nyata. Sejak diterapkan, tren permohonan paspor dengan indikasi non-prosedural menurun. Masyarakat juga mulai memahami pentingnya migrasi aman dan legal.

“Kami ingin menunjukkan bahwa pelayanan imigrasi bisa menjadi garda depan perlindungan warga. Dari Lampung, kami ingin menyalakan cahaya perlindungan bagi pekerja migran di seluruh Indonesia,” tutup Petrus.

Inisiatif ini juga direkomendasikan untuk diadopsi secara nasional oleh Ditjen Imigrasi, termasuk penguatan sistem digital terintegrasi dan replikasi program PIMPASA di provinsi lain. Karena di balik setiap paspor, ada janji negara untuk melindungi warganya — di mana pun mereka berada.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.