BANDARLAMPUNG (PeNa) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menemukan adanya dugaan Penggelembungan biaya Perjalanan Dinas oleh pimpinan DPRD Tanggamus tahun 2021.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Hutamrin menuturkan, pihaknya menemukan adanya mark up yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp7 miliar.
“Indikasi kerugian negara saat ini sebesar Rp7 miliar, tapi nanti secara riil akan dihitung melalui audit untuk mengetahui berapa nilai sebenarnya,” ungkapnya saat konfrensi pers, Rabu (12/7/2023).
Lanjut Hutamrin, bahwa pada Tahun 2021 terdapat Komponen Biaya Penginapan di dalam Anggaran Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota dan Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota yang tercantum di dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Sekretariat DPRD Kabupaten Tanggamus.
“Sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten
Tanggamus T.A 2021 dan diperuntukkan bagi Pimpinan DPRD Kabupaten Tanggamus dan Anggota DPRD Kabupaten Tanggamus,” jelasnya.
“Ada komponen biaya penginapan APBD dan belanja dinas rapat untuk pimpinan DPRD dan anggota DPRD sebesar Rp14 miliar, sudah terealisasi sebesar Rp12 miliar,” sambungnya.
Kemudian, adapun tujuan perjalanan dinas luar kota dan dalam kota di antaranya adalah pada enam hotel di kota Bandar Lampung, dua hotel di Jakarta, dan tujuh hotel di Sumatera Selatan.
“Hasil penyelidikan yang dimulai sejak Januari tahun 2023 tersebut, ada tiga modus yang dilakukan,” imbuhnya.
Hutamrin merincikan, di antaranya adalah penggelembungan biaya kamar hotel di daerah yang telah memiliki tagihan dan dilampirkan di SPJ (Surat Perjalanan Dinas).
“Harganya ebih tinggi dibandingkan dengan harga kamar sebenarnya yang ada di hotel itu,” ujarnya.
Kemudian, terdapat juga tagihan hotel fiktif di SPJ nama tamu yang dilampirkan tidak pernah menginap berdasarkan data yang ada di komputer masing-masing hotel.
“Yang ketiga berdasarkan catatan, kami menemukan anggota DPRD yang menginap dua orang untuk satu kamar. Namun, dibuat di SPJ masing-masing satu orang. Mark up itu dibantu oleh travel atas perintah anggota dewan,” pungkasnya.
Bahwa, dari hasil penyelidikan ditemukan potensi kerugian keuangan Negara dalam pembayaran biaya penginapan tersebut sebesar Rp. 7.788.539.193, jumlah tersebut merupakan hitungan sementara yang ditemukan.
“Kemarin kami telah meningkatkan kasus proses dari penyelidikan menjadi penyidikan umum dan telah melakukan ekspos di Kejagung,” tandasnya.