BANDARLAMPUNG – (PeNa), Menteri Sosial Republik Indonesia, Saifullah Yusuf, menanggapi tegas kasus kekerasan seksual yang dialami dua siswa di Kabupaten Mesuji, Lampung. Ia menyatakan bahwa pelaku harus menerima hukuman seberat-beratnya, sementara korban wajib mendapatkan perlindungan dan pemulihan menyeluruh.
“Yang pasti pelakunya harus bertanggung jawab. Korban harus dilindungi dan diberikan bantuan agar mereka bisa pulih, baik secara sosial maupun mental,” ujar Saifullah Yusuf saat ditemui dalam kunjungannya ke Bandar Lampung, Senin (12/5/2025).
Ia menekankan pentingnya rehabilitasi terhadap korban kekerasan seksual, terutama anak-anak, agar dampak traumatis jangka panjang tidak terus berlanjut.
“Kami sangat prihatin terhadap kasus seperti ini, apalagi korbannya anak-anak. Jika tidak direhabilitasi, korban bisa saja menjadi pelaku di masa depan. Ini masalah serius yang harus jadi perhatian bersama,” tambahnya.
Menteri Sosial juga mendorong agar seluruh lembaga terkait memperbaiki sistem penanganan kekerasan terhadap anak secara menyeluruh dan terkoordinasi. Menurutnya, layanan pemulihan bagi korban harus bersifat residensial dan juga menyediakan layanan rawat jalan.
“Lembaga-lembaga harus memperbaiki sistem dan koordinasi. Kami siap memberikan bantuan, termasuk pendampingan psikososial dan layanan rehabilitasi,” imbuhnya.
Kasus ini mencuat setelah seorang guru sekolah dasar di Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji, berinisial AS (Adi Sunandar), diduga melakukan sodomi terhadap dua siswanya sejak mereka duduk di bangku SD hingga kini menginjak SMP. AS merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan guru ekstrakurikuler seni tari.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Mesuji, Sripuji Hasibuan, mengungkapkan bahwa tindak asusila tersebut dilakukan di berbagai tempat, seperti ruang guru, UKS, dan bahkan di rumah pelaku. Korban, berinisial F dan D, diketahui sempat dibujuk dengan uang, hadiah, serta diancam agar tidak melapor.
“Kami mendapatkan laporan dari guru SMP tempat korban bersekolah, setelah menemukan foto tidak senonoh di HP salah satu korban. Setelah diinterogasi, korban mengaku telah mengalami pelecehan sejak kelas 5 SD hingga sekarang,” jelas Sripuji.
Kasus ini dilaporkan ke polisi pada Rabu (7/5/2025), dan pelaku ditangkap keesokan harinya saat hendak mengulangi perbuatannya. Saat ini, pihak PPPA bersama instansi terkait masih terus melakukan pendampingan terhadap korban.
“Kami terus dampingi korban agar tetap semangat sekolah dan pulih secara mental. Kami juga berharap tidak ada perundungan dari lingkungan sekitar. Saat ini, kami masih menelusuri kemungkinan adanya korban lain,” pungkas Sripuji.