BANDARLAMPUNG (PeNa) – Ratusan massa dari Gerakan Masyarakat Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) berunjuk rasa menuntut pembebasan lahan Register I Way Pisang, Lampung Selatan.
“Kami menuntut keadilan terhadap para petani dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan,” ungkap salah satu orator dalam dalam orasinya di Depan Pintu Gerbang Kantor DPRD Lampung, Selasa (26/9/2023).
Tidak hanya para petani, tampak juga elemen mahasiswa yang ikut bergabung dalam menyuarakan suara rakyat, dalam menuntut keadilan dalam kesejahteraan masyarakat dalam pembebasan lahan pertanian yang di klaim masuk kedalam kawasan hutan.
Berikut point-point yang menjadi tuntutan para masa aksi:
1. Hentikan kriminalisasi dan represifitas terhadap masyarakat yang mempertahankan ruang hidup.
2. Hentikan segala bentuk perampasan lahan
3. Cabut HGU di PT BSA/BW.
4. Tolak SK menteri kehutanan No SK. 814/MENLHK/SEKJEN/PLA.2/7/2023 terkait izin penggunaan kawasan hutan
5. Pelepasan status desa-desa dari klaim kawasan hutan register 1 way pisang.
6. Pemerintah menolak perpanjangan HGU PT. BNIL.
7. Menjadikan tanah eks HGU PT. BNIL sebagai objek LPRA dengan penerima masyarakat korban gusuran PT. BNIL
8. Cabut Undang-undang Cipta Kerja
9. Cabut Undang-undang Minerba
10. Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis.
11. Wujudkan Reforma Agraria Sejati.
Perwakilan Forum Masyarakat Register I Way Pisang, Suyatno mengatakan, bahwa lahan yang ada di Register I Way Pisang diklaim masuk ke dalam kawasan hutan dimana di dalamnya ada desa-desa yang sudah definitif.
“Disana masyarakat sudah tinggal lebih dari 50 Tahun, kami selaku organisasi pendamping telah berjuang sedemikian rupa untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat dalam pelepasan status tanah mereka,” disampaikan Suyatno.
Kemudian, pada tahun 2014 pihaknya telah berkoordinasi kepada Pemerintah Daerah baik Kabupaten maupun Kota, terkait dengan tata cara penyelesaian konflik tanah dalam kawasan hutan.
“Namun, jawaban dari Pemerintah Daerah tidak ada dasar hukumnya pemerintah dalam menyelesaikan seluruh sengketa dalam kawasan hutan, seperti itu jawaban pemerintah daerah kepada kami,” tuturnya.
Suyatno menambahkan, pihaknya menilai pemerintah daerah membuang badan terhadap tanah lahan Register I Way Pisang, sehingga perwakilan dari mereka telah berupaya berkoordinasi ke pemerintah pusat untuk mambantu pemerintah daerah dalam melakukan pembebasan lahan.
“Selama 7 tahun kami berjuang pemerintah pusat mengeluarkan perpres 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, dalam artian kami 7 desa dari 16 desa yang ada sudah masuk kedalam tanah objek reforma agraria dalam program reforma agraria sejati,” tuturnya.
Suyatno kembali menambahkan, pada tahun 2020 7 desa tersebut sudah masuk ke dalam lokasi prioritas reforma agraria, dan sudah masuk ke dalam peta indikatif Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Yang artinya menurut pemerintah pusat, 7 desa ini sudah layak untuk mendapatkan pembebasan, sudah layak dikeluarkan dari status tanah kehutanan,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Lampung Mardani Umar dalam rapat singkat bersama perwakilan masa unjuk rasa menyampaikan, akan melakukan rapat guna menentukan pertemuan bersama Tim Terpadu untuk segera membahas apa yang menjadi tuntutan para masa aksi.
“Insyaallah, kita akan rapat rutin hari senin bahas terkait tuntutan ini. Nanti kita sampaikan setelah rapat, agenda pertemuan tim terpadu dan perwakilan masyarakat,” tandasnya.